BERITA BERITA PEMBAWA KONFLIK DAN PENEBAR KERENGANGAN UMAT BERAGAMA - Membandingkan Kinerja Ahok dengan Fauzi Bowo, Siapa Menang? (Bagian 2)
<<< Download Ini Dan Bagikan Segera orang orang ini sungguh memalukan >>>
https://drive.google.com/file/d/0B-R_rC7_q3IicllPcE9ZQ1VrSlU/view?usp=sharing
https://drive.google.com/file/d/0B-R_rC7_q3IicllPcE9ZQ1VrSlU/view?usp=sharing
Membandingkan Kinerja Ahok dengan Fauzi Bowo, Siapa Menang? (Bagian 2)
Berita Islam 24H - Selama ini, banyak diopinikan bahwa kinerja Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), Gubernur Jakarta non aktif yang juga tersangka penistaan agama, baik. Pada sisi lain, Fauzi Bowo (Foke), mantan Gubernur Jakarta 2007-2012, banyak diopinikan contoh pemimpin gagal & bahkan disebut “tidak bekerja”.
Sayangnya, meski akses informasi demikian luas untuk melakukan analisis atas opini-opini tersebut, belum ada yang melakukan evaluasi secara komprehensif. Realitanya ternyata tidak sedikit indikator kinerja kunci Ahok yang lebih buruk dari Foke. Padahal Ahok memerintah DKI Jakarta dengan kondisi yang jauh sangat nyaman jika dibandingkan dengan Foke. Pada masa Ahok, APBD DKI memiliki nilai hampir 2X lebih lipat dari dari nilai APBD Foke. Selain itu, modal sosial dan dukungan buzzer yang dimiliki oleh Ahok juga jauh lebih besar ketimbang Foke. Tulisan ini merupakan tulisan lanjutan atas tulisan kami sebelumnya yang telah membahas beberapa indikator kinerja dimana Foke lebih baik dari Ahok
9. Penambahan ruang terbuka hijau (RTH)
Meski banyak melakukan penggusuran, kinerja Pemprov DKI dalam menambah RTH sangat buruk[1]. Tahun 2013-2015, Jakarta hanya mampu menambah RTH sebesar 73.43 Ha (24.28 Ha/Tahun) (LKPJ Gubernur DKI 2013, 2014, & 2015). Capaian ini lebih rendah dari Pemprov DKI di bawah Foke yang mampu menambah RTH 108.11 Ha sepanjang 2007-2011 (27.027 Ha/tahun) (LPPD DKI Jakarta 2007-2012[2].
10. Pengelolaan sampah
Persoalan sampah terbesar di DKI adalah banyaknya sampah dengan keterbatasan tempat pembuangan sampah (TPS). Oleh karena itu, perlu terobosan untuk membangun TPS yang mampu mengatasi persoalan tersebut dengan membangun TPS berbasis teknologi yang mampu merubah sampah menjadi hal bermanfaat. Dalam kaitan itu, kinerja Ahok sangat buruk.
Di masa Ahok, proyek pembangunan Intermediate Technology Facility (ITF) untuk pengolahan sampah mangkrak[3]. Padahal tinggal melanjutkan tender Foke yang tertunda karena transisi pemilihan Gubernur (2012)[4]. Capaian tersebut tentunya lebih rendah dari Foke yang mampu menyelesaikan proyek TPST Bantar Gebang yang mampu mengubah sampah menjadi listrik & diberikan penghargaan Anugerah Dharma Karya Energi dari Kementerian ESDM & membangun ITF Cakung Cilincing dengan teknologi mechanical biological treatment, yang mengubah sampah jadi kompos[5].
11. Kebersihan dan pencemaran air & udara
Untuk menilai kinerja ini digunakan indikator peraihan Adipura. Hal ini karena Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura menggunakan dua parameter penilaian meliputi penilaian non fisik dan pemantauan fisik terhadap pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau, pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran udara.
Dalam konteks ini, kinerja Ahok juga sangat buruk mengingat sepanjang 2014-2016, Hanya 1 kotamadya yang meraih Piala Adipura, yaitu Jakpus. Capaian ini lebih rendah rendah dari Foke yang pada tahun 2012 saja berhasil mengantar 4 Kotamadya meraih piala Adipura & 1kotamadya sertifikat adipura serta meraih penghargaan adipura terbanyak, termasuk penghargaan pasar terbaik, taman kota terbaik, & status lingkungan hidup terbaik[6].
12. Hak Asasi manusia
Kinerja Ahok terkait Hak Asasi manusia sangat buruk. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merilis bahwa pada 2015 terdapat 103 pengaduan HAM dengan korban sebanyak 20.784 korban. Jumlah ini jauh lebih banyak dari Foke yang pada 2011 terdapat 74 pengaduan dengan 2.130 korban[7].
13. Solusi Penggusuran
Salah satu problem di Jakarta adalah praktek-praktek penggusuran yang dianggap tidak manusiawi. Dalam kaitan itu, kinerja Ahok juga dapat dikatakan cukup buruk. Terkait indikator kinerja ini, Foke berhasil merumuskan Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali (KKPK) yang disetujui oleh Bank Dunia[8].
Dalam KKPK tersebut disebutkan intinya penggusuran harus dilakukan dengan upaya meminimalkan pemindahan, harus mengganti tidak hanya aspek bangunan (fisik) tetapi juga aspek kesejahteraan & ekonomi yang hilang baik yang berada pada lahan milik negara/pemerintah maupun tidak, komunikasi yang intensif & terdapat persetujuan antara warga terdampak & pemda terkait apa yang akan dilakukan untuk pergantian, & jika terpaksa dilakukan pemindahan harus dipastikan bahwa lokasi pemindahan itu telah tersedia sebelumnya baru dipindahkan. Mengacu pada KKPK maka pembangunan rusun adalah solusi minimal.
KKPK ini disepakati antara Pemerintah Daerah dan Pusat serta disepakati untuk dilaksanakan dalam proyek normalisasi 13 sungai (Proyek JEDI) & proyek penataan bantaran kali Ciliwung (total solution for Ciliwung[9]. Kedua proyek tersebut dijadwalkan pada periode 2012-2017.
Sementara Ahok praktek penggusurannya dikritik agar lebih manusiawi oleh Bank Dunia sebagai penyandang dana proyek JEDI & ternyata ia berkeberatan dengan permintaan bank Dunia terkait praktek penggusuran, yang sebetulnya sudah disepakati dalam KKPK – Foke ([10]).
Faktanya, Laporan Studi LBH Jakarta menunjukkan bahwa Tahun 2015, terdapat 113 penggusuran yang memakan korban 8.145 KK & 6.283 unit usaha. Lebih dari 60% penggusuran tersebut tdk diberikan solusi apapun bagi warga. Lebih dari 80% dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah[11] (&). Lebih lanjut, Komisioner Komnas HAM bahkan menyebut Ahok tidak menganggap warganya manusia[12]
14. Kebakaran
Jakarta makin rawan kebakaran. Sampai tanggal 17 Oktober 2016, terjadi 949 Kejadian Kebakaran[13]. Capaian ini lebih buruk dari Foke, yang pada periode 2010-2011, terjadi kebakaran 1646 (823 Kejadian/tahun)[14].
15. Kenaikan Upah Minimum Propinsi
Penetapan upah minimum propinsi berhubungan dengan besaran penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Meski PP Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan memungkinkan upah tidak mempertimbangkan KHL tetapi keberpihakan kepemimpinan dapat dinilai berdasarkan hal itu.
Dalam kaitan ini, kinerja Ahok juga dapat dikatakan buruk. Bahkan Ahok sempat dijuluki Bapak Upah murah[15]. Dari sisi tingkat kenaikan, UMP tahun 2017, Ahok hanya menaikan sebesar 8.25%[16]. Hal ini lebih rendah dari Foke yang pada 2011, menaikan UMP 2012 sebesar 18.54%[17].
Dari sisi pemenuhan terhadap KHL, UMP tahun 2017 yang ditetapkan Ahok di bawah KHL[18]. Hal ini berbeda dengan Foke yang menetapkan UMP di atas KHL[19].
Selain itu, secara relatif dibandingkan daerah penyangga Ibu Kota, UMP yang ditetapkan Ahok di bawah UMP Kota & Kabupaten Bekasi[20]. Hal ini berbeda dengan Foke yang menetapkan UMP di atas UMP kota & Kabupaten Bekasi[21] .
16. Penerimaan Daerah
Penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, & Lain-Lain pendapatan Daerah yang Sah. PAD sendiri terdiri atas Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Lain PAD. Dua yang terkadang menjadi indikator terkait tata kelola pemerintahan yang baik adalah penerimaan terkait pajak & retribusi daerah. Pemerintah Daerah memiliki kendali penuh terkait Retribusi Daerah. Oleh karena itu, nilai & persentase capaian target retribusi daerah dapat menjadi indikator. Sementara itu, untuk pajak daerah, terdapat pajak yang variabelnya dikendalikan Pusat seperti Pajak Bahan Bakar. Selain itu, juga terdapat pajak yang awalnya dikelola Pusat lalu diserahkan ke Daerah seperti PBB yang baru diserahkan ke daerah pada masa Jokowi. Oleh karena itu, agar setara, untuk indikator tersebut yang dipilih adalah persentase capaian target pajak daerah.
Dalam kaitan ini, kinerja Ahok juga lebih buruk dari Foke. Dari sisi penerimaan & persentase pencapaian target Retribusi, pada tahun anggaran 2011, Foke berhasil memperoleh Rp. 609.350.051.004 dengan capaian target sebesar 133.56% (LPPD DKI Jakarta 2007-2012). Sementara pada tahun anggaran 2015, Ahok hanya memperoleh Rp. 467.609.828.031 dengan capaian target hanya sebesar 76.66% (LKPJ Gubernur DKI Jakarta 2015).
Dari sisi pencapaian target pajak Daerah, pada tahun anggaran 2011, Foke berhasil mencapai 109% (LPPD DKI Jakarta 2007-2012). Sedangkan Ahok, pada tahun anggaran 2015 hanya mencapai target 89.24% (LKPJ Gubernur DKI Jakarta 2015). Lebih lanjut, secara keseluruhan, Foke pada 2011 berhasil mencapai 105.41% pendapatan daerah (LPPD DKI 2007-2012). Sementara itu, Ahok pada tahun anggaran 2015, hanya mencapai 78.52% (LKPJ Gubernur DKI Jakarta 2015).
17. Belanja Daerah
Salah satu fungsi utama belanja daerah adalah untuk menjadi stimulan pertumbuhan ekonomi[22]. Dalam konteks ini, belanja modal memegang peranan yang penting. Sayangnya, kinerja Ahok juga buruk. Pada tahun 2015, realisasi belanja modal Ahok hanya 55.60% (LKPJ Gub DKI 2016). Capaian ini jauh lebih buruk dari Foke yang pada 2011 mampu merealisisasikan belanja Modal sebesar 75.37% (LKPJ Gub DKI 2011). Kondisi ini terindikasi terulang kembali pada tahun 2016[23].
18. Kesehatan
Kinerja Ahok terkait sektor kesehatan juga tidak terlalu baik. Hal ini bisa dilihat dari capaian Angka Harapan Hidup (AHH). AHH pada masa Ahok untuk tahun 2015 adalah 72.20 tahun atau 72.43 dalam rumus IPM (Buku Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2016). AHH ini menurun jika dibandingkan masa Foke yang pada 2011 yang AHH-nya 76.3 tahun atau 73.35 tahun dalam rumus IPM (Buku Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2012[24]. 19. Pendidikan Kinerja Ahok terkait sektor kesehatan juga tidak terlalu baik jika dibandingkan dengan Fauzi Bowo. Pertama, Fauzi Bowo mengembangkan konsep sekolah gratis yang diback up dengan bantuan sosial untuk siswa. Hal ini dilakukan dengan memperluas program BOP Pendidikan untuk sekolah swasta selain program BOB dan Bea Siswa Murid Rawan Putus Sekolah (BMRPS)[25]. Sementara itu, Ahok memiliki kebijakan yang orientasinya bukan sekolah gratis tetapi lebih pada bantuan kepada individu dengan menghilangkan BOP untuk sekolah swasta.
Kedua, angka partisipasi kasar (APK) DKI Jakarta mengalami penurunan di masa Ahok. Pada masa Fauzi Bowo, APK untuk SMA 89,59%, SMP110.92%, dan SD 109.63% (2011) sedangkan Ahok SMA 89,33%, SMP 99,97%, dan SD 105,71% (2015) (LKPJ Gubernur DKI 2011 & 2015). Pemilihan APK sebagai indikator kinerja disebabkan fungsi sekolah secara ideal adalah memberikan pendidikan pada semua warga negara tanpa harus memperhatikan usia. Selain itu, kenyataannya memang terdapat siswa ynag bersekolah dengan usia di atas usia sekolah pada umumnya sehingga indikator ini lebih represntatif.
20. Pelayanan Publik
Kinerja pelayanan publik bergantung pada banyak faktor yang sulit dikendalikan oleh Pemerintah Daerah seperti regulasi sebagai dasar hukum dan program Pemerintahan Pusat yang mendukung & kemajuan teknologi informasi yang membuat biaya untuk memperoleh teknologi yang dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan menjadi murah. Sebagai contoh, pada masa Jokowi-Ahok, Pemerintahan SBY mengeluarkan regulasi yang menetapkan bahwa lama pelayanan PTSP paling lama 7 hari kerja[26], persoalan diskresi[27], Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani Di Lingkungan Kementerian/Lembaga Dan Pemerintah Daerah[28], dan lelang jabatan[29]. Sementara pada masa Foke, hal itu belum ada.
Mengingat hal itu, agar terjadi perbandingan yang setara, indikator kinerja pelayanan publik yang dipilih adalah peringkat terkait jumlah pengaduan antar propinsi menurut lembaga Ombusdman. Dalam kaitan itu, kinerja Ahok dapat dikatakan buruk mengingat Jakarta masih menduduki propinsi dengan pengaduan tertinggi di Indonesia (Dokumen Statistik Laporan/Pengaduan Masyarakat Ombudsman RI). Capaian ini sama dengan capaian Foke (Laporan Tahunan 2011 Ombudsman RI[30]). Lebih lanjut, hal ini juga terkonfirmasi dari penelitian kepatuhan terhadap UU No. 25 Tahun 2009 yang dilakukan Ombudsman RI pada tahun 2015. DKI Jakarta hanya memperoleh peringkat 16 dengan nilai 61.20 atau berada pada zona kuning (Dokumen Ringkasan Hasil Penelitian Kepatuhan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Terhadap Standar Pelayanan Publik Sesuai Uu No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Ombudsman RI Tahun 2015). Penelitian semacam ini sendiri baru dijalankan Ombudsman RI sejak 2013 sehingga tidak bisa dibandingkan dengan Foke hasilnya.
Meski indikator di atas memberikan penilaian yang sama, buruknya kinerja Ahok dapat dinilai berdasarkan inisiasi inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan publik. Tulisan ini memandang inovasi jika hal itu merupakan hal yang baru ada & bukan melanjutkan pengembangan atau melakukan perbaikan atas bagian tertentu saja dari sebuah komponen sistem yang besar. Sebagai contoh, musrembang & penganggaran adalah bagian dari perencanaan. Inovasi terkait musrembang & penganggaran tidak dipandang sebagai inovasi baru jika sebelumnya telah ada inovasi yang mengatur perencanaan. Lebih lanjut, inovasi yang dilakukan Foke terkait e-planning pun tidak dimasukan ke dalam perhitungan.
Dalam kaitan ini, dengan jumlah anggaran yang jauh lebih sedikit & fasilitas teknologi informasi yang lebih terbatas, Foke mampu lebih produktif menghasilkan inovasi yang mendukung pelayanan publik. Inovasi-inovasi tersebut meliputi e-monev, mobile-government[31], e-procurement[32], e-audit[33], pajak online[34] , gerai pajak[35], drive thru[36], parkir online[37], e-akta[38], KTP Mobile & door to door[39] , Pelayanan Terpadu Malam Hari[40], Program Respon Opini Publik (ROP)[41] , Jakarta City Planning Gallery[42] , Inteligent Transport System (ITS)[43], Operasional Crisis Center[44], & Pelayanan Terpadu Satu Pintu[45] . Terkait PTSP, pada tahun 2012, Foke juga menginisiasi pengembangan sistem informasi PTSP (LKPJ Gubernur DKI 2012). Lebih lanjut, Foke memperoleh penghargaan dari WartaEkonomi eGovernment Award dan Smart City Award 2011[46]. Sementara pada sisi lain, sesuai kriteria pada paragraf sebelumnya, inovasi pelayanan publik yang dihasilkan Ahok adalah Qlue yang direlease baru pada 2016[47]. Inipun masih dapat diperdebatkan mengingat program yang sama sebetulnya telah terakomodir dalam program LAPOR Pemerintah Pusat dimana Jakarta telah ikut[48].
[6] http://www.voaindonesia.com/a/dki-jakarta-raih-adipura-2012-terbanyak/1178619.html dan https://alamendah.org/2016/07/22/daftar-kota-penerima-adipura-tahun-2016/ dan https://alamendah.org/2015/11/25/daftar-kota-dan-kabupaten-peraih-adipura-tahun-2015/ dan https://alamendah.org/2014/06/06/daftar-kota-peraih-adipura-tahun-2014/
[20] http://jakarta.bisnis.com/read/20161130/384/607682/upah-dki-terlalu-rendah-plt.-sumarsono-kami-akan-revisi
[32] http://arsip.gatra.com/2007-08-19/artikel.php?id=106900
[beritaislam24h.net / pi]
Membandingkan Kinerja Ahok dengan Fauzi Bowo, Siapa Menang? (Bagian 2) = Dipostkan Oleh noreply@blogger.com (Berita Islam 24 H) - Pada December 08, 2016 at 09:05PM
0 Response to "Membandingkan Kinerja Ahok dengan Fauzi Bowo, Siapa Menang? (Bagian 2) - BERITAISLAM24H"
Post a Comment
Silakan gunakan sebagai Backlink dan silahkan gunakan untuk mengisi komentar sesuka anda, karena blog ini dipastikan tidak akan saya urusin, jangan lupa download dan sebarkan pdf untuk stop isu isu yang ada, dan sebagai ganjaran silahkan posting di komentar, link aktif boleh.