Ini adalah tantangan bagi seluruh jajaran kabinet Jokowi. Tentu Presiden Jokowi bukan tanpa alasan mamatok target pertumbuhan sebesar 6,1 persen di tahun 2018. Seperti petuah orang tua, di saat dunia melihat bahwa sedang terjadi krisis ekonomi, justru di situlah awal dari kebangkitan ekonomi bagi yang cerdik dan pandai melihat peluang.
Sehinga menjadi tepat arahan Presiden Jokowi dalam sidang kabinet paripurna kemarin (15 Maret 2017) menyatakan dengan tegas bahwa semua Kementerian harus kerja keras dan melakukan langkah-langkah konkret, tidak bekerja rutinitas, tidak bekerja yang monoton, tidak bekerja linier, tidak bekerja business as usual.
Selain target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen di tahun 2018, Presiden Jokowi juga menargetkan peningkatan rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sekitar 11 persen. Sementara itu, penekanan Presiden Jokowi tentang pentingnya pertumbuhan ekonomi dan investasi yang berbasis pada produktivitas. Sangat jelas poinnya, karena produktivitas adalah kunci bergeraknya roda ekonomi nasional.
Sri Mulyani Gagal Paham Terhadap Arahan Presiden Jokowi
Sungguh sangat disayangkan, optimisme terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di 2018 yang ingin dibangun oleh Presiden Jokowi tersebut justru seperti luntur ketika membaca respon Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, masih terlalu dini untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen di tahun 2018. Seolah tidak paham atau entah tidak mau memahami substansi arahan Presiden Jokowi, Sri Mulyani justru seperti mengingkari arahan tegas Jokowi agar tidak bekerja business as usual.
Tugas menteri yang semestinya adalah menerjemahkan arah kebijakan Presiden agar dapat direalisasikan dalam langkah-langkah yang konkret. Tetapi yang dilakukan Sri Mulyani justru sibuk menyusun berbagai analisa dan berbagai hambatan untuk tercapainya arah kebijakan Presiden di 2018.
Pertanyaannya, mengapa Sri Mulyani tidak berani mengungkapkan bagaimana strateginya untuk meningkatkan pertumbuhan investasi sebesar 8 persen di tahun 2018 sebagai jalan untuk menciptakan pertumbuhan diatas 6 persen?
Kalau demikian, bagaimana mungkin Sri Mulyani sanggup untuk merealisasikan target peningkatkan rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sekitar 11 persen? Padahal, realisasi peningkatan pajak tersebut akan terwujud apabila perekonomian bergeliat. Apalagi, program Tax Amnesty pemerintahan sudah akan berakhir di Maret 2017 ini.
Pertanyaan-pertanyaan di atas sesungguhnya menjadi pijakan Presiden Jokowi yang saat ini tengah gencar membangun fondasi ekonomi bagi terciptanya pemerataan pertumbuhan ekonomi hingga ke daerah-daerah pinggiran. Inilah sesungguhnya tantangan Presiden Jokowi kepada jajaran kabinetnya, khususnya di bidang ekonomi, agar visi pemerintahan Jokowi dapat mewujud menjadi legacy bagi kepemipinannya hingga 2019.
Presiden Jokowi sesungguhnya telah menyatakan dengan tegas, bahwa investasi yang diharapkan oleh pemerintahannya bukan bersumber dari investasi pemerintah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan fiskal di pemerintahan Jokowi, yang jika mau jujur adalah akibat dari warisan pemerintahan sebelum-sebelumnya.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, investasi yang mengandalkan investasi pemerintahan atau BUMN selalu menciptakan beban bagi BUMN. Salah satu di antaranya adalah suntikan dana penyertaan modal pemerintah dalam BUMN-BUMN. BUMN yang semestinya sanggup memberikan sumbangan besar bagi kelangsungan anggaran pendapat negara dan menjadi penggerak ekonomi nasional, justru malah membebani anggaran negara.
Sebenarnya, apabila jajaran kebinet Jokowi mau berpikir holistik dalam mengambil langkah-langkah konkret dalam perbaikan ekonomi ke depan, harusnya membuka kembali beberapa paket kebijakan ekonomi yang pernah dikeluarkan oleh Pemerintahan Jokowi. Salah satunya adalah paket Kebijakan Ekonomi 5 tentang Revaluasi Aset.
Revaluasi Aset terhadap berbagai perusahaan (swasta atau pemerintah) membuka kesempatan bagi peningkatan rasio kecukupan modalnya dan performa perusahaan. Berbekal modal yang kuat, perusahaan bisa meraup dana segar lewat initial public of fering (IPO) saham, secondary public offering (SPO) saham, rights issue, penerbitan obligasi, juga pinjaman bank. Sehingga negara tidak lagi terus-terusnya mengeluarkan suntikan modal kepada BUMN-BUMN yang ada.
Tapi entah mengapa berbagai peluang yang terbuka dari tantangan Presiden Jokowi tersebut tidak bersambut dalam cara berpikir Sri Mulyani. Yang terlihat dari sikap Sri Mulyani justru pesimisme dan cara konservatif yang mengacu pada resep Neoliberalisme : pengetatan anggaran, pemotongan subsidi dan utang.
Penulis adalah Peneliti di Lingkar Studi Perjuangan
The post Sri Mulyani Gagal Paham Atas Keinginan Presiden appeared first on Gema Rakyat.
0 Response to "Sri Mulyani Gagal Paham Atas Keinginan Presiden - GEMARAKYAT"
Post a Comment
Silakan gunakan sebagai Backlink dan silahkan gunakan untuk mengisi komentar sesuka anda, karena blog ini dipastikan tidak akan saya urusin, jangan lupa download dan sebarkan pdf untuk stop isu isu yang ada, dan sebagai ganjaran silahkan posting di komentar, link aktif boleh.