Semakin Hari Situs Ini Aktif - Kok Semakin Kasihan Ya Sama Situs Situs Ini - Polisi Cyber Buktikan Kamu Tidak Tidur !!

Selamat datang pembaca - Kini anda dapat mengirimkan tulisan anda dengan mengirim email ke -

[ Pesan - 4 Nov 2016 - Jika Kalian Masih Melihat Situs Situs Ini Aktif - Berarti Memang Tidur Sudah Negara Kita, Silahkan Buat Situs Situs Serupa. ]Cobalah kalian lihat dan baca semua konten konten yang ada disini - ingat konten ini merupakan sebuah konten kopy dari sumber sumber yang disebutkan di isi konten, pasti ada yang janggal alias aneh, karena semua konten yang anda baca pasti menyebutkan islam, kata kata islam, atau konten menunjukan kebencian pada pihak tertentu, iya ini memang merupakan sebuah strategi marketing yang lagi top hits, karena setelah saya teliti, para hater ini memang mempunyai pendidikan yang kurang sehingga gampang sekali emosi, oleh sebab itu mereka dan mengatasnamanakan konten yang memiliki unsur judul yang seperti ini, dipastikan akan membuat ramai di media-sosial dan besar kemungkinan akan menimbulkan perselisihan antar daerah yang berujung SARA, penyebar konten tidak ambil pusing karena mereka tidak peduli kalian mau mati karena baca berita ini, atau kalian mau perang antar daerah karena tugas mereka memang memancing anda dan meningkatkan pageview mereka, mereka mengambil hati anda untuk dijadikan korban, tapi kalian pasti tidak akan berpikir sejauh itu karena kalian yang membaca situs ini sudah pasti orang-orang yang gampang dibodohi, tapi tahukah kalian orang orang dibalik yang membodohi kalian, kalian pasti akan jauh lebih marah lagi, simak saja. - isi merupakan dari 3 situs pembodohan terbesar yang mungkin sudah menjadi PT, PT PENEBAR AKSI RAKYAT, 

Untuk Pak Menteri Kominfo atau Polisi Cyber

  1. Jangan Cuma Di blokir karena mudah sekali menghidupkan kembali hanya dengan mengganti alamat domain, misal di block xxx.com dia tinggal ganti xxx.net maka situs tetap hidup dan dapat diakses, tapi ketahuilah posisi data, yaitu data berasal adi blog, atau server di, atau ketahuilah adminnya, maka akan tutup selamanya, dan admin admin itu sudah dibahas disini
  2. Jangan cuman melarang, media media ini telah membolak balikan berita situs situs pers resmi di Indonesia sehingga judulnya menjadi ambigu dan tidak mengena alias menimbulkan kebencian, Media Media pers seperti ini bisa digunakan sebagai pemberat dugaan karena isi berita mereka telah dipalsukan.
  3. mohon tanggani segera sehingga tidak terjadi hal hal serupa lagi, terlebih munculnnya situs situs baru, Kami sebagai rakyat sudah lelah diadu domba, Polisi harus bisa menegakan hukum.
  4. jangan lupa denda !!. karena situs situs ini berpenghasilan dengan mengadu domba kita semua.
SELAMAT DATANG PEMBACA - KALAU ANDA INGIN MELIHAT LIHAT PARA TULISAN YANG ANTI PEMERINTAHAN SILAHKAN BOOKMARK SAJA BLOG INI - INI MERUPAKAN KUMPULAN DARI BLOG FITNAH UNTUK PEMERINTAHAN - TIDAK PERLU ANDA DATANG KE BLOG BLOG FITNAH TERSEBUT - CUKUP BOOKMARK SAJA BLOG INI DAN TENTUKAN DAN TANYAKAN KEPADA DIRI ANDA SENDIRI, PANTASKAH KALIAN MEMBACA BERITA PALSU SEPERTI ITU?? LIHATLAH PANJIMAS.COM ITU JUGA BLOG ANTI PEMERINTAH YANG SAMPAI REPORTERNYA DITANGKAP KARENA IKUT AKSI ANARKIS DAN LEBIH PRO ORMAS, ITU MERUPAKAN CARA MEREKA MENGALANG DANA UNTUK KEPENTINGAN ORMAS, DENGAN LINDUNGAN DAN KEDOK ISLAM, SEKALI LAGI ANDA JANGAN TERTIPU !! - INI SEMUA ADALAH ULAH PARA ROMBONGAN SAKIT HATI YANG KALAH TELAK DALAM PILPRES JOKOWI DAN SUDAH DIHINA MENTAH MENTAH DARI DULU !!! - SAKIT HATI MEREKA AKAN BERUJUNG DENGAN DITANGKAPNYA MEREKA SATU PERSATU !! - SELAMAT MEMBACA

[Sebuah Renungan] Antara Aksi Simpatik 55 dan Politik Belah Bambu Penguasa - INSIDE ONTA

BERITA BERITA PEMBAWA KONFLIK DAN PENEBAR KERENGANGAN UMAT BERAGAMA - [Sebuah Renungan] Antara Aksi Simpatik 55 dan Politik Belah Bambu Penguasa


[PORTAL-ISLAM]  Antikebhinekaan. Kata ini adalah prahara. Di rezim ini, kata tersebut menjadi senjata ampuh untuk melabeli orang-orang yang tidak sepaham dengan kehendak yang berkuasa. Apapun sikap dan kebijakan pemerintah, meski keliru sekalipun, tetap saja, para penentang yang disalahkan. Memang, di dua tahun kepemimpinan Jokowi, negara ini sudah mengalami kebuntuan demokrasi yang demikian hebatnya.

Ada yang tidak beres dengan negeri ini. Tetapi pemerintah tampaknya tidak sadar. Mereka tetap saja mempertahankan kesalahannya secara membabi buta. Padahal jutaan rakyat Indonesia, yang datang dari berbagai penjuru Nusantara, telah berkali-kali turun ke jalan-jalan Ibu Kota, guna menuntut perbaikan sikap penguasa.

Kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pejabat pemerintahan yang telah menistakan kitab suci umat Islam – menurut pandangan keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) – sudah memasuki babak akhir. Tak lama lagi, majelis hakim akan membacakan vonis bagi kandidat gubernur yang baru saja kalah di pilkada itu.

Namun, banyak pihak menduga, putusan pengadilan Jakarta Utara akan jauh dari rasa keadilan masyarakat. Mengingat, tuntutan dari Kejaksanaan teramat ringan, tidak sesuai dengan perbuatan terdakwa, yang nyata-nyata diakui jaksa di persidangan, telah terbukti berbuat salah.

Wajar saja jika kemudian umat Islam kembali turun ke jalan meminta keadilan. Ini negara demokratis, mereka berhak melakukan itu. Sejak awal, pemerintah memang telah berupaya melindungi Ahok dari jeratan hukum. Polisi, jaksa, bahkan sejumlah menteri sekalipun, tampil membela orang dekat Presiden Jokowi itu.

Politik Belah Bambu

Salah satu upaya penguasa dalam melindungi Ahok, adalah dengan mendegradasi para penuntut keadilan. Mereka dilabeli sebagai kelompok radikal, antikhebinekaan, antikeberagaman, dan semacamnya. Jadi, hal itu mengesankan Ahok tidak bersalah, sementara jutaan umat Islam yang berunjukrasa adalah orang-orang yang tidak berjiwa Pancasila, kelompok perusak NKRI.

Padahal, dalam demonstrasinya, mereka tidak pernah berlaku anarkistis. Mereka juga tidak rasis. Tuntutan mereka bukan dilandaskan karena Ahok berasal dari keturunan Tionghoa, ataupun beragama Katolik, tetapi karena ia menista ayat Al Quran. Sudah sepatutnya perbuatannya diganjar hukuman setimpal. Negara sudah mengatur hal itu dalam Pasal 156a KUHP.

Akan tetapi, aparat kepolisian bertindak tegas terhadap mereka. Ada-ada saja cara untuk mengkriminalisasi para tokoh yang terlibat aksi. Strategi ini bertujuan menggembosi dan melemahkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan tersebut. Mulai dari tuduhan makar terhadap para aktivis nasional dan tokoh agama, mencari-cari kasus lama, hingga tudingan keterlibatan ulama dalam sokongan dana untuk kegiatan terorisme.

Namun, yang lebih menyakitkan, adanya dugaan politik belah bambu yang diterapkan aparat terhadap kelompok-kelompok masyarakat. Ini adalah ungkapan sopan untuk menetralisasi ungkapan lain yang lebih sadis, seperti politik adu domba. Di satu sisi mengangkat salah satu kelompok, di sisi lain menginjak kelompok yang lain. Seperti cara orang membelah bambu, ada bagian yang diangkat, ada pula yang diinjak.

Tentu saja kelompok yang diinjak adalah mereka yang getol menyuarakan ketidakadilan pemerintah di kasus Ahok, di antaranya Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kedua ormas ini seperti “dicarikan lawannya”. FPI dengan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), HTI dengan Barisan Ansor Serbaguna (Banser).

Penyerangan dan aksi sweeping oleh GMBI terhadap anggota FPI yang mengawal pemeriksaan Habib Rizieq Shihab di Bandung pada awal tahun lalu, menguatkan dugaan ini. Begitu pula dengan dua aksi Banser yang membubarkan pengajian Ustadz Khalid Basalamah di Sidoarjo dan ceramah agama Ustadz Felix Siauw di Malang.

Kelompok sipil bergaya serdadu yang selalu menyuarakan toleransi dan kebhinekaan itu, malah berlaku intoleran terhadap kelompok dari agamanya sendiri. Terutama Banser yang merupakan organisasi sayap Nahdhatul Ulama (NU). Ketika Natal mereka terjun untuk menjaga gereja-gereja, dengan alasan toleransi akan keberagaman, sementara saat HTI melakukan pengajian mereka bubarkan. Ke mana sikap toleran mereka dalam menyikapi perbedaan pandangan?

Aksi main hakim sendiri Banser dan GMBI yang merupakan LSM binaan petinggi Polri, tidak pernah dipersoalkan aparat. Bisa jadi karena mereka pro pemerintah, mendukung Ahok, sehingga apapun perbuatan mereka hukum menjadi tumpul. Mereka adalah kroni penguasa, jadi harus dilindungi.

Meski begitu, segala upaya pengembosan itu tidak melemahkan semangat rakyat dalam berjuang. Keadilan harus tetap ditegakkan. Karena itu, pada 5 Mei 2017, umat Islam akan kembali turun ke jalan. Unjuk rasa itu mereka namakan Aksi Simpatik 55. Kali ini mereka akan mendatangi Mahkamah Agung (MA) guna menuntut hakim agar adil dalam memberikan putusan yang rencananya akan disampaikan pada 9 Mei 2017.

Kita lihat bersama, akankah pemerintah sadar akan kekeliruannya atau masih akan tetap mengangkangi aturan hukum demi melindungi orang dekatnya. Jika begitu, berarti hukum telah mati di negara ini. Hukum sudah menjadi alat politik, budak kekuasaan. Hukum menjadi barang mainan penguasa, sehingga keadilan yang diharapkan rakyat tidak akan pernah tercipta.

Penulis: Muhammad Fatih
[Sebuah Renungan] Antara Aksi Simpatik 55 dan Politik Belah Bambu Penguasa = Dipostkan Oleh noreply@blogger.com (Fay Setiyawan) - Pada May 05, 2017 at 05:52PM - URL ASLI - http://www.portal-islam.id/2017/05/sebuah-renungan-antara-aksi-simpatik-55.html
DOWNLOAD EXPORT BLOG POSISI 6 JAN

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "[Sebuah Renungan] Antara Aksi Simpatik 55 dan Politik Belah Bambu Penguasa - INSIDE ONTA"

Post a Comment

Silakan gunakan sebagai Backlink dan silahkan gunakan untuk mengisi komentar sesuka anda, karena blog ini dipastikan tidak akan saya urusin, jangan lupa download dan sebarkan pdf untuk stop isu isu yang ada, dan sebagai ganjaran silahkan posting di komentar, link aktif boleh.

ABDUL HAMDI MUSTAFA - TUKANG FITNAH DARI GERINDRA

PERCUMA ADA GERAKAN ANTI HOAX, WONG PENULIS HOAX MALAH DIWAWANCARAI DAN NGAK DIPOLISIKAN !! SEBUT SAJA HAMDI

Ini adalah surat terbuka yang ditujukan kepada seluruh jajaran kepolisian atau siapa saja pembaca, khususknya rakyat Indonesia,  Akh...

<<< Download Ini Dan Bagikan Segera orang orang ini sungguh memalukan >>>





TERKAHIR INI

Hamdi Eskavis by Hamdi Eskavis II on Scribd