Gema Rakyat – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam persidangan sebelumnya, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dan Pasal 156 KUHP dengan tuntutan penjara selama 1 tahun dan masa percobaan 2 tahun.
“Vonis ini menjadi pertanda mundurnya demokrasi dan negara hukum (rule of law) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo,”tegas advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa melalui keterangan tertulis kepada redaksi, Rabu (10/5).
Majelis hakim menggunakan Pasal 156a yang notabene kata Alghiffari merupakan ketentuan anti demokrasi yang secara jelas melanggar hak seseorang untuk menyatakan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nurani, serta hak atas kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan berbagai aturan hukum lainnya.
Pasal 156a menurut Alghiffari selama ini terbukti menjadi alasan pembenar negara dan pihak mayoritas yang intoleran untuk mengkriminalisasi kelompok minoritas atau individu yang berbeda keyakinan dengan warga negara mayoritas sebagaimana yang menimpa Lia Eden, Abdul Rahman, Ahmad Musadeq, dkk. (Eks Pimpinan Gafatar), Hans Bague Jassin, Arswendo Atmowiloto, Saleh, Ardi Husein, Sumardin Tapaya (sholat bersiul), Yusman Roy (sholat mullti bahasa), Mangapin Sibuea (pimpinan sekte kiamat).
Atas dasar itu, LBH menilai bahwa putusan Majelis Hakim terhadap perkara 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr tidaklah berkeadilan dan telah merusak hakikat hukum dan dunia peradilan yang menjadi tempat bagi masyarakat mencari keadilan yang sesungguhnya dengan didasari oleh kepastian hukum.
“putusan Majelis Hakim juga bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yakni kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagaimana yang dijamin oleh konstitusi, UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum serta Kovenan Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan UU No. 12/2005,”kata Alghiffari.
Selain itum Majelis Hakim pada kasus Ahok menurut Alghiffari telah tunduk pada tekanan massa atau intervensi dari ormas yang dinilai telah menggangu independensi hakim dalam memutus perkara berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan, dan negara hukum, sehingga mengorbankan prinsip rule of law dan melegitimasi rule by mass yang dilakukan oleh massa aksi intoleran.
“LBH Mendesak agar Pemerintah dan Pengadilan secara tegas menegakkan hukum sesuai dengan prinsip kepastian hukum, demokrasi, keadilan, serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia,”tegas Alghiffari.
LBH juga mendesak Pemerintah dan DPR R.I. untuk meninjau ulang perumusan delik penodaan agama yang saat ini sedang berlangsung dalam pembahasan RUU KUHP di DPR R.I. dan menghapuskan pasal anti demokrasi tersebut demi menghormati prinsip demokrasi dan tegaknya hak asasi manusia serta kepastian hukum di Indonesia.
Lebih lanjut, LBH juga engajak masyarakat untuk menghargai perbedaan dan kebebasan berpendapat juga berekspresi, jika hal ini tidak kita jaga bersama maka siapa pun dan siapa saja bisa dipenjarakan semata karena berbeda pendapat atau ekspresinya dianggap melukai perasaan orang lain.
“Itu sesuatu yang sulit diukur secara objektif,”demikian Alghiffari. [GR / rmol]
0 Response to "Giliran Bela Ahok, LBH Langsung Tuding Demokrasi dan Hukum Era Jokowi Mundur - GEMARAKYAT"
Post a Comment
Silakan gunakan sebagai Backlink dan silahkan gunakan untuk mengisi komentar sesuka anda, karena blog ini dipastikan tidak akan saya urusin, jangan lupa download dan sebarkan pdf untuk stop isu isu yang ada, dan sebagai ganjaran silahkan posting di komentar, link aktif boleh.